Town Hall Meeting 2025 BM 400 Soroti Kepemimpinan Transformatif Berbasis Nasionalisme-1

Town Hall Meeting 2025 BM 400 Soroti Kepemimpinan Transformatif Berbasis Nasionalisme

Jakarta — Di tengah arus deras globalisasi dan disrupsi teknologi yang kian tak terbendung, Yayasan Badan Kerjasama Pendidikan (YBKSP) Bakti Mulya 400 meneguhkan langkah strategisnya dalam menata masa depan pendidikan nasional. Lewat gelaran Town Hall Meeting 2025 yang berlangsung Senin (23/6) di Auditorium SMP Bakti Mulya 400 Jakarta, yayasan ini mengajak ratusan guru dan tenaga kependidikan dari TK hingga SMA untuk kembali pada akar: menjadi pemimpin pembelajaran yang transformatif, berdaya saing global, dan menjunjung nilai-nilai kebangsaan.

Mengangkat tema “Embodying Transformative Leadership Towards Nationalism-Based and Global Standard Education,” forum ini dirancang bukan sekadar rutinitas tahunan, tetapi sebagai momentum konsolidasi visi dan nilai bersama para pendidik di bawah naungan YBKSP Bakti Mulya 400.  Dari pelantikan pimpinan baru hingga sesi diskusi mendalam oleh tokoh-tokoh nasional, perhelatan ini menjadi cermin dari sebuah gerakan intelektual dan moral dalam tubuh institusi pendidikan.

Menjadi Pemimpin Zaman Baru

Dr. H. Sutrisno Muslimin, M.Si., Ketua Pelaksana Harian YBKSP BM400 dalam sambutannya menyampaikan bahwa, “Guru adalah pemimpin perubahan. Mereka dituntut untuk cakap, berjiwa nasionalis, dan mampu memandu anak-anak kita di tengah turbulensi zaman.”

Sutrisno juga menegaskan visi besar yayasan dalam pengembangan jangka panjang. “Kami menargetkan akan ada 400 sekolah Bakti Mulya di seluruh Indonesia. Karena hanya dengan memperluas keberadaan, sekolah BM dapat berkontribusi lebih besar bagi masa depan bangsa ini,” ujarnya disambut tepuk tangan peserta.

Pernyataan tersebut menegaskan bahwa pembangunan pendidikan tidak cukup hanya dengan mutu, tetapi juga dengan skala. Ekspansi menjadi alat untuk memperluas pengaruh nilai dan kualitas pendidikan Bakti Mulya ke seluruh pelosok negeri.

Dalam sesi pertama bertajuk “Empowering Future Educators: Skills to Lead in 2030 and Beyond,” narasumber Dr. Drg. Muh. Arief Rosyid, M.KM. membedah kompleksitas kompetensi yang harus dimiliki guru masa depan.

“Guru adalah arsitek masa depan bangsa,” tegas Arief. “Ia harus menjadi pemimpin yang transformatif—mampu membaca arah zaman, berani mengambil inisiatif, dan membimbing siswa dengan kasih serta visi.”

Diskusi ini mengulik keterampilan abad ke-21 yang kini tak lagi bersifat opsional, melainkan menjadi bagian tak terpisahkan dari praktik pembelajaran yang relevan dan efektif. Tak heran, topik seperti literasi AI, global awareness, lifelong learning, hingga kemampuan berkolaborasi lintas budaya menjadi sorotan penting.

Membumikan Nasionalisme di Ruang Kelas

Jika sesi pertama membahas kemampuan teknologis dan pedagogis, maka sesi kedua hadir sebagai jantung nilai acara. Dalam diskusi “Strengthening National Values in Teacher Leadership Practices,” Prof. Dr. Laode Masihu Kamaluddin, MSc, M.Eng. mengajak peserta merefleksikan kembali esensi nasionalisme dalam praktik pendidikan.

Menurut Laode, inti dari pembelajaran yang bermakna adalah “trust”—kepercayaan antara guru dan siswa yang menjadi fondasi dalam membentuk masyarakat masa depan. “Kita sedang menuju super smart society. Tapi tak ada teknologi yang bisa menggantikan makna kepercayaan,” ungkapnya penuh penekanan.

Ia menambahkan, pembelajaran yang baik bukan sekadar tentang konten, tetapi tentang karakter dan kepercayaan yang dibangun secara terus-menerus. “Hari ini adalah cerminan masa depan,” tuturnya. “Apa yang guru tanam hari ini akan mempengaruhi arah bangsa dalam 20 hingga 30 tahun ke depan.”

Baca juga : Prof. Laode Kamaluddin: Nilai Bangsa dan Kepemimpinan Pendidikan yang Berakar

Melalui pendekatan naratif dan contoh konkret, Prof. Laode menekankan bahwa guru bukan hanya penjaga tradisi, tetapi juga penjembatan antara lokalitas dan dunia. Siswa yang mengenal budaya dan sejarah bangsanya akan lebih siap bersaing di ranah global tanpa kehilangan identitas.

Konsolidasi Lintas Unit dan Arah Strategis Yayasan

Town Hall Meeting 2025 juga menjadi panggung konsolidasi internal yayasan. Dalam sesi pelantikan, para pimpinan unit baru dari TK, SD, SMP, dan SMA Bakti Mulya 400 resmi dikukuhkan. Momentum ini menjadi penanda regenerasi kepemimpinan dalam semangat kolaborasi dan keberlanjutan.

Kegiatan ini tak hanya berbicara soal gagasan besar dan arah strategis, selain itu juga memberi ruang bagi ekspresi seni dan hiburan sebagai bagian dari keseimbangan dalam dunia pendidikan. Penampilan seni dari para guru menutup sesi makan siang dengan semarak.

Dengan spirit transformatif yang mengakar pada nasionalisme dan menyentuh standar global, Town Hall Meeting 2025 adalah manifestasi dari komitmen kolektif untuk membangun Indonesia dari ruang kelas—dengan hati, nalar, dan nilai.

Prof Laode Kamaluddin Nilai Bangsa dan Kepemimpinan Pendidikan yang Berakar-1

Prof. Laode Kamaluddin: Nilai Bangsa dan Kepemimpinan Pendidikan yang Berakar

JAKARTA — Dalam auditorium Sekolah Bakti Mulya 400 yang dipenuhi para pendidik sekolah tersebut, Senin 23 Juni 2024, sebuah wacana penting tentang arah pendidikan bangsa mengemuka. Prof. Dr. Laode M. Kamaluddin, Rektor Universitas Insan Cita Indonesia (UICI), membuka cakrawala berpikir para pendidik melalui satu gagasan utama: membangun kepemimpinan guru dengan fondasi nilai-nilai nasional, kepercayaan, dan pemahaman akan transformasi zaman.

Karakter, Tradisi, dan Etika: Pilar Nilai Bangsa

Laode memulai dengan mengajak para guru dan kepala sekolah kembali ke akar. Ia menegaskan bahwa national value—nilai-nilai bangsa Indonesia—adalah fondasi utama dalam merancang arah pendidikan masa depan. Tiga pilar utama yang ia sorot adalah karakter, tradisi, dan etika.

Karakter, menurutnya, adalah kekuatan moral yang membentuk integritas guru dan peserta didik. Tradisi adalah jembatan peradaban yang menghubungkan warisan leluhur dengan tantangan kekinian. Sedangkan etika, adalah bingkai perilaku dalam masyarakat yang terus bergerak.

“Karakter itu bukan ajaran tambahan. Itu inti dari pendidikan,” katanya tegas. Tradisi dan etika, lanjutnya, bukan penghambat inovasi, tapi pemandu agar perubahan tidak kehilangan arah.

Ia mengingatkan bahwa pendidikan Indonesia memiliki tujuh sumber nilai utama: Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, gotong royong, penghormatan terhadap budaya dan tradisi lokal, keadilan, kemanusiaan, serta toleransi dan kerukunan. “Nilai-nilai inilah yang menjadikan pendidikan kita memiliki ruh kebangsaan,” ucapnya.

Kepemimpinan Guru dan Filosofi Kepercayaan

Di bagian tengah paparannya, Laode menyoroti pentingnya teacher leadership. Tapi ia menyodorkan definisi yang tidak biasa. “Kepemimpinan guru adalah seni memengaruhi tanpa membuat orang merasa dipengaruhi,” ungkapnya.

Bagi Laode, inti dari kepemimpinan guru adalah trust—kepercayaan. Tanpa itu, komunikasi akan rapuh, informasi tak lagi bermakna, dan kepemimpinan kehilangan daya geraknya. Dalam struktur sekolah, trust membentuk ekosistem: antara guru dan murid, antar sesama guru, serta antara guru dengan orang tua dan masyarakat.

Ia menyebut model High Performance Leadership dalam pendidikan yang bertumpu pada tiga pilar: kualitas komunikasi, kualitas informasi, dan kualitas kepemimpinan. “Ketiganya saling memperkuat dalam atmosfer kepercayaan,” katanya. “Kalau tidak ada trust, tak akan ada transformasi.”

Dari Filsafat Analog ke Filsafat Digital

Sesi menjadi lebih reflektif ketika Laode membahas perubahan mendasar dalam cara berpikir generasi hari ini. Ia menyebut bahwa pendidikan tidak hanya bergeser dalam metode, tapi juga dalam kerangka epistemologis: dari filsafat analog ke filsafat digital.

“Generasi analog berpikir kontinu—bertahap, linear, terstruktur. Sedangkan generasi digital bersifat diskontinu—cepat, acak, dan multitasking,” jelasnya.

Perubahan ini membawa tantangan besar bagi dunia pendidikan. Guru tidak cukup hanya memahami kurikulum. Mereka harus memahami cara berpikir baru, dunia baru, dan cara belajar yang sangat berbeda dari masa lalu. “Jika kita masih mengajar dengan filosofi analog di hadapan anak-anak digital, kita sedang menanam benih yang tak akan tumbuh.”

Di sinilah nilai-nilai bangsa menjadi jangkar. Tradisi dan karakter menjadi penyeimbang dari kecepatan digitalisasi. Etika menjadi pelindung agar teknologi tidak menjadi senjata yang menusuk keadaban.

Pendidikan dan Teknologi: Kecanggihan yang Bernurani

Laode tidak menolak kemajuan. Sebaliknya, ia menyambutnya dengan konsep yang ia rumuskan sendiri: ABC + BEM—Artificial Intelligence, Big Data, Connectivity ditambah Blockchain, Ethics, dan Moral values. “Teknologi membentuk masa depan, tapi manusialah yang menentukan arahnya,” tegasnya, mengutip pandangannya sejak 2020.

Baca juga : Arief Rosyid: Guru Sebagai Arsitek Masa Depan Bangsa

Ia menyoroti bahwa pendidikan ke depan harus menjangkau wilayah yang selama ini tidak tersentuh: daerah 3T, kelompok marginal, dan anak-anak yang belum terlibat dalam ekosistem digital. “Reaching the Unreachable,” katanya, adalah misi mulia yang seharusnya menjadi prioritas bangsa.

Penutup: Merancang Masa Depan yang Bernilai

Saat sesi ditutup, suasana auditorium menjadi hening. Para pendidik yang hadir tak hanya diajak berpikir, tapi juga diajak merasa—merasakan pentingnya peran mereka dalam mendidik bangsa di tengah pergeseran besar dunia.

“Jangan jadikan hari ini sebagai cermin masa lalu,” Laode mengingatkan. “Jadikan ia sebagai cermin masa depan. Karena dari tangan-tangan guru hari ini, nasib masa depan bangsa akan ditentukan.”

Arief Rosyid Guru Sebagai Arsitek Masa Depan Bangsa-2

Arief Rosyid: Guru Sebagai Arsitek Masa Depan Bangsa

Jakarta, 23 Juni 2025 — Dalam lanskap dunia yang terus berubah, satu hal tetap menjadi fondasi utama kemajuan peradaban: pendidikan. Dan di jantung pendidikan, berdiri sosok guru—bukan sekadar pengajar, melainkan pemimpin transformasi.

Itulah pesan kuat yang digaungkan Dr. drg. M. Arief Rosyid Hasan dalam Town Hall Meeting bertajuk “Pengajar di Masa Depan: Kepemimpinan, Artificial Intelligence, dan Nasionalisme”, yang digelar di Auditorium Bakti Mulya 400 Jakarta yang diikuti guru dan pimpinan Sekolah Bakti Mulya 400 Jakarta dan Cibubur.

Dengan gaya tutur tenang namun menggedor kesadaran, Arief mengajak para pendidik menatap masa depan dengan satu visi: menjadikan guru sebagai arsitek masa depan bangsa. “Guru bukan sekadar pengajar, melainkan pemimpin perubahan. Mereka menanam benih masa depan di kelas, hari ini,” ujar Arief membuka paparannya.

Menjadi Pemimpin Transformatif

Dalam pemaparannya, Arief menekankan pentingnya guru mengadopsi kepemimpinan transformatif—yakni tipe pemimpin yang bukan hanya memimpin dari depan, tetapi hadir sebagai inspirasi, pemberi makna, motivator, sekaligus penyokong. “Guru masa depan harus mampu menyentuh sisi terdalam anak-anak: harapan, emosi, dan keberanian untuk bermimpi,” ujarnya.

Kepemimpinan transformatif menuntut guru untuk memimpin dengan visi, memberi keteladanan, membangun relasi personal, dan menyemangati murid bukan karena kewajiban, melainkan karena cinta. “Ketika guru hadir bukan sekadar mengajar, melainkan mendampingi dan mendorong anak-anak melampaui batas dirinya, saat itulah kepemimpinan sejati lahir di kelas,” ucap Arief.

Transformasi bukanlah proyek sesaat, melainkan proses panjang yang menuntut konsistensi karakter dan ketekunan hati. Guru yang transformatif tidak hanya menjelaskan materi, tetapi memekarkan potensi. Tidak hanya memberi tahu, tetapi menggerakkan.

Tak hanya menyoroti peran individu guru, Arief juga menegaskan pentingnya menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajar—yakni institusi yang tak henti belajar, beradaptasi, dan memperbarui diri.

Mengajar dengan Jiwa, Mendidik dengan Visi

Arief menggambarkan masa depan guru sebagai “pembelajar seumur hidup yang membentuk pembelajar seumur hidup.” Dalam paparan strategisnya, ia menekankan perlunya kombinasi antara kecerdasan digital dan ketajaman nilai.

Arief memetakan setidaknya enam keterampilan utama yang harus dimiliki pengajar masa depan:

  1. Transformational Thinking
    Kemampuan melihat pembelajaran sebagai proses perubahan, bukan sekadar transfer pengetahuan.
  2. Emotional Intelligence & Empathy
    Guru harus menjadi manusia utuh yang memahami dimensi emosional siswa di era yang penuh tekanan mental.
  3. Digital Pedagogy
    Penguasaan teknologi bukan opsional, melainkan prasyarat untuk relevansi.
  4. Global Competence with National Soul
    Memiliki wawasan dunia tanpa kehilangan identitas keindonesiaan.
  5. Leadership & Coaching Skill
    Guru adalah coach yang memampukan, bukan pelatih yang mengatur-atur.
  6. Interdisciplinary Mindset
    Dunia nyata tidak mengenal sekat mata pelajaran; guru masa depan harus berpikir lintas bidang.

Arief memuji praktik baik yang dilakukan komunitas seperti 1000 Guru, yang menjadi bukti bahwa semangat transformasi pendidikan bisa lahir dari mana saja—dari pegunungan Papua hingga sudut-sudut kota. Ia juga mengangkat contoh dosen dan guru muda yang aktif di media sosial, menjembatani ilmu dan masyarakat melalui format Instagram, TikTok edukatif, dan webinar.

Bonus Demografi dan Peran Strategis Guru

Di penghujung paparannya, Arief mengingatkan satu realitas penting: bonus demografi Indonesia yang akan mencapai puncaknya dalam dua dekade ke depan. “Kita sedang berada di tengah jendela peluang sejarah,” katanya. “Jika kita menyiapkan generasi muda dengan baik, bangsa ini akan melesat. Jika tidak, ia bisa menjadi beban sosial yang meledak.”

Baca juga : Yudi Latif di Forum Headmaster Academy Indonesia: Pendidikan adalah Proses Menjadi Manusia Seutuhnya

Dalam konteks ini, guru bukan hanya pencetak nilai ujian, melainkan penentu arah sejarah. Mereka yang hari ini membimbing murid membaca dan berpikir kritis, sejatinya sedang mempersiapkan pemimpin masa depan negeri.

“Guru adalah arsitek tak bernama dalam naskah besar bangsa. Tak tampak di panggung sejarah, tetapi fondasinya ditopang oleh tangan mereka,” ucap Arief, dengan mata menyapu seluruh guru yang menyimak.

Pendidikan adalah Proses Menjadi Manusia Seutuhnya-2

Yudi Latif di Forum Headmaster Academy Indonesia: Pendidikan adalah Proses Menjadi Manusia Seutuhnya

JAKARTA — Di tengah suhu diskusi yang hangat namun penuh permenungan, Yudi Latif, MA., Ph.D., tampil menyuguhkan gagasan bernas tentang hakikat pendidikan dalam forum Headmaster Academy Indonesia (HAI) yang digelar di Auditorium Bakti Mulya 400, Jakarta, Selasa (17/6/2025). Di hadapan 70 pimpinan sekolah dari Jakarta dan Jawa Barat, intelektual kebangsaan itu mengajak para kepala sekolah untuk kembali ke akar: memahami pendidikan bukan semata transmisi pengetahuan, tetapi proses pembudayaan yang memanusiakan manusia.

“Pendidikan adalah proses belajar menjadi manusia seutuhnya. Belajar dari kehidupan, sepanjang hidup,” ujar Yudi membuka paparannya. Kalimat itu ia haturkan tanpa jargon, namun menggugah kesadaran bahwa pendidikan sejatinya adalah perjalanan panjang yang menautkan batin dan lahir, akal dan tindakan.

Di tangan Yudi, pendidikan kembali ditafsir sebagai seni membentuk watak. Ia mengurai makna budi pekerti secara filosofis dan praksis. “Budi adalah pikiran, perasaan, dan kemauan — ranah batiniah. Pekerti adalah tenaga dan daya — ranah lahiriah. Maka pendidikan harus mengolah keempat unsur: olah pikir, olah rasa, olah karsa, dan olah raga,” jelasnya.

Dalam forum yang juga dihadiri oleh tokoh-tokoh pendidikan dari Institut Harkat Negeri (IHN) dan Sekolah Bakti Mulya 400, Yudi mengibaratkan pendidikan seperti proses budi daya tanaman. Ia mengajak para pendidik melihat pembelajar ideal sebagai pribadi yang “berakar dalam, berbatang tinggi, bercabang rapi, berdaun rindang, dan berbuah lebat.” Akar adalah akhlak, batang adalah pengetahuan, cabang adalah keterampilan, daun adalah kerukunan sosial, dan buah adalah inovasi.

Ia memetakan tahapan pendidikan seperti membentuk pohon. Pendidikan usia dini, kata Yudi, harus menanamkan akhlak-karakter sebagai akar. Pendidikan dasar membangun batang pengetahuan disertai kecakapan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung. Pendidikan menengah bertugas memperluas wawasan generalis dan keterampilan tata kelola melalui cabang dan ranting yang kuat. Di sanalah kolaborasi dan empati tumbuh laksana daun yang rindang. Sementara itu, buah dari seluruh proses ini adalah kreativitas dan inovasi — yang baru dapat dipanen dalam pendidikan tinggi sebagai medan pengembangan spesialisasi.

Baca juga : Wisuda BM400 2025: “from Dream To Destiny, Powered By Passion, Guided By Purpose”

Forum Headmaster Academy Indonesia (HAI) bukan sekadar pertemuan. Ia adalah wadah penguatan kepemimpinan kepala sekolah melalui model pelatihan berlapis yang dirancang kolaboratif oleh Sekolah Bakti Mulya 400 dan Institut Harkat Negeri (IHN). Program ini menyuguhkan pendekatan sistematis melalui tahapan Induksi, Mentoring, Commencing, dan Kelas Pekanan.

Sejak dibuka pada 17 Mei 2025, para peserta — yang terdiri dari kepala dan wakil kepala sekolah dari berbagai institusi di Jakarta dan Jawa Barat — telah mengikuti tiga sesi kelas pekanan yang digelar setiap Sabtu: 24 Mei, 31 Mei, dan 7 Juni. Forum puncak bertajuk Commencing berlangsung pada 17 Juni 2025, sebagai penanda kelulusan dan peneguhan komitmen untuk menjadi pemimpin pendidikan yang visioner, bernurani, dan adaptif terhadap tantangan zaman.

Seperti benih yang tumbuh dalam ladang yang disiram nilai dan pengetahuan, peserta HAI diharapkan dapat kembali ke sekolah masing-masing bukan hanya membawa modul pelatihan, melainkan juga gagasan dan keberanian untuk mengubah lanskap pendidikan menjadi lebih humanis dan berkelanjutan.

wisuda bm400 tahun 2025

Wisuda BM400 2025: “from Dream To Destiny, Powered By Passion, Guided By Purpose”

Jakarta, 14 Juni 2025 — Di tengah gemerlap suasana The Krakatau Grand Ballroom TMII Jakarta, sebanyak 283 siswa dari jenjang SD, SMP, dan SMA Bakti Mulya 400 resmi diwisuda dalam sebuah acara yang sarat makna dan penuh haru. Dengan mengusung tema From Dream to Destiny, Powered by Passion, Guided by Purpose”, acara ini menjadi penanda akhir dari satu fase penting dalam kehidupan para siswa sekaligus gerbang pembuka menuju babak kehidupan berikutnya.

Sebanyak 98 siswa dari SD (angkatan ke-35), 68 siswa dari SMP (angkatan ke-38), dan 117 siswa dari SMA (angkatan ke-24) tampil anggun dengan toga dan semangat yang terpancar di wajah mereka. Acara ini bukan sekadar prosesi seremonial, melainkan bentuk penghargaan atas kerja keras, dedikasi, dan perjalanan panjang para siswa dalam meraih prestasi akademik dan non-akademik.

Deputy Ketua Pelaksa Harian (KPH), Euis Tresna, M.Si. melaporkan bahwa pada tahun pelajaran 2024/2025 menunjukkan peningkatan signifikan pada capaian hasil ujian akhir sekolah. Untuk SD, rata-rata nilai akhir adalah 87,43; untuk SMP juga sebesar 87,43; sementara SMA mencapai 89,25. Peningkatan ini bukanlah hasil kebetulan semata.

“Tren nilai menunjukkan grafik naik secara konsisten. Ini menjadi cerminan dari sistem pendidikan yang terus berkembang, ditopang oleh dedikasi guru, keterlibatan aktif orang tua, serta semangat belajar yang tinggi dari para siswa,” tandas Euis Tresna.

Dalam sesi sambutan yang penuh kehangatan, Wakil Ketua Dewan Pengurus Yayasan Bakti Mulya 400, Baskara Sukarya, menyampaikan pesan mendalam yang berisi lima bekal utama untuk para wisudawan.

“Pertama, jadilah pribadi yang berakhlak mulia. Ini adalah fondasi dari semua bentuk keberhasilan. Kedua, jadilah pembelajar sepanjang hayat. Dunia terus berubah, dan hanya mereka yang terus belajar yang akan tetap relevan,” ujar Baskara.

Ia melanjutkan, “Ketiga, cintailah Indonesia sepenuh hati. Negeri ini membutuhkan generasi muda yang mencintainya secara aktif. Keempat, beragamalah dengan kesadaran, bukan sekadar kebiasaan. Dan terakhir, jadilah warga dunia yang bermartabat. Globalisasi menuntut kita untuk bersaing dan bekerja sama lintas budaya, tanpa kehilangan jati diri.”

Pidato tersebut mendapat apresiasi dari para hadirin, terutama para orang tua dan guru yang merasa bahwa nilai-nilai tersebut telah tertanam dan kini diteruskan kepada generasi berikutnya.

Tak kalah menyentuh, Ketua Pelaksana Harian (KPH), Dr. Sutrisno Muslimin, turut memberikan wejangan kepada para siswa yang diwisuda. Dengan suara penuh ketegasan, ia menyampaikan empat pesan penting.

“Pertama, jangan pernah tinggalkan salat lima waktu. Ini bukan hanya kewajiban, tetapi sumber kekuatan batin,” ujarnya.

“Kedua, berbaktilah kepada orang tua. Hormatilah mereka karena mereka adalah wakil Tuhan di dunia. Ketiga, hormati gurumu, karena mereka adalah cahaya dalam perjalanan ilmumu. Dan keempat, berprestasilah untuk bangsa dengan memiliki cta-cita tinggi yang menggetarkan. Bawalah nama baik Indonesia ke mana pun kalian melangkah,” tambah Sutrisno Muslimin.

Baca juga : Membingkai Optimisme Sekolah Masa Depan

Acara wisuda ini bukan hanya momentum akademik, tetapi juga menjadi ajang pembuktian bahwa nilai-nilai religius dan nasionalisme dapat berjalan beriringan. Pembacaan Al Quran dan doa penutup dibacakan dengan khusyuk, menciptakan suasana yang menenangkan dan menyatukan semua yang hadir dalam semangat keberkahan.

Lagu-lagu nasional dan paduan suara siswa yang mengusung tema cinta tanah air menggema di ruangan. Bahkan dalam penampilan seni yang ditampilkan para siswa, terlihat upaya merangkai keberagaman budaya Indonesia dalam satu narasi tunggal tentang persatuan.

Membingkai Optimisme Sekolah Masa Depan1

Membingkai Optimisme Sekolah Masa Depan

Catatan dari Kunjungan Studi Tiru Sekolah Dian Didaktika ke BM 400 Cibubur

Cibubur, 27 Mei 2025 — Di pagi yang bersahabat itu, halaman Sekolah BM 400 Cibubur dipenuhi sapaan ramah dan jabat tangan hangat. Rombongan dari Sekolah Dian Didaktika—mulai dari kepala unit TK, SD, SMP, hingga SMA—tiba dengan misi yang sederhana tapi penting: menyerap semangat dan praktik baik penerapan kurikulum internasional di sekolah nasional yang baru diresmikan, namun sudah mencuri perhatian.

Acara dibuka pukul 09.00 WIB oleh Wulan Yulian sebagai pembawa acara. Dalam sapaan pembukanya, ia menekankan pentingnya momen ini sebagai ruang saling belajar antarsekolah. Tak lama, Deputy Ketua Pelaksana Harian (KPH) Yayasan Bakti Mulya 400, Hadi Suwarno, MPd., menyambut para tamu dengan penuh apresiasi.

“Kami merasa terhormat. Kehadiran Dian Didaktika menandakan bahwa dunia pendidikan kita sedang bergerak ke arah yang sama—kolaboratif dan terbuka,” ujarnya.

Dari Depok ke Cibubur, Menyambung Misi Pendidikan
Sambutan kemudian diberikan oleh Drs. Ahmat Toha, MM., Direktur Pendidikan Dian Didaktika. Dengan suara tenang tapi berisi, ia menyampaikan latar belakang kunjungan: menggali pengalaman BM 400 dalam mengadopsi kurikulum internasional, serta menyelami bagaimana praktik global bisa berpadu dengan konteks lokal.

“Sekolah adalah ruang dinamis. Kita harus terus belajar agar tidak hanya bertahan, tapi juga relevan. Dan BM 400 Cibubur menjadi salah satu cermin yang ingin kami pelajari,” katanya.

Ahmat Toha menekankan pentingnya dialog lintas institusi untuk menghindari isolasi praktik, yang kerap membuat sekolah terjebak dalam rutinitas tanpa refleksi.

Optimisme sebagai Fondasi
Tepat pukul 09.30 WIB, giliran Dr. Sutrisno Muslimin, M.Si., Ketua Pelaksana Harian Yayasan BM 400, menyampaikan paparan. Dalam gaya tutur khas pendidik senior, ia menyampaikan gagasan yang menjadi napas sekolah ini: membangun sekolah dimulai dari membangun persepsi.

“Kita harus mulai dari rasa percaya, bahwa sekolah Indonesia bisa unggul secara global. Optimisme itu bukan retorika, tapi cara pandang,” ujarnya tegas.

Sutrisno menambahkan, penerapan kurikulum internasional bukan tentang sertifikasi semata, melainkan pergeseran pola pikir. “Kita tidak menjiplak. Kita menciptakan lingkungan pembelajaran yang membangun keberanian berpikir global, tanpa kehilangan jati diri.”

Ia menyinggung peran penting guru, desain ruang belajar, hingga budaya sekolah sebagai elemen tak terpisahkan dalam membentuk ekosistem internasional yang organik.

Dari Kelas ke Kolaborasi
Setelah sesi sambutan, pukul 10.00 WIB, para kepala sekolah dari BM 400 membagikan pengalaman dalam sesi sharing.

Kepala TK SD BM 400 Cibubur, Hana Triana, M.Ed. menyampaikan paparan tentang kurikulum International Baccalaureate (IB). Sedangkan kepala SMP SMA BM 400 Cibubur, Iryanto Yosa, M.SI.  memaparkan tahapan implementasi kurikulum internasional berbasis Cambridge, mulai dari penyesuaian strategi mengajar, pelatihan guru, hingga penguatan karakter peserta didik.

“Kurikulum ini kami terapkan secara bertahap. Fokusnya bukan hanya pada materi, tapi pada cara berpikir anak. Kami ingin mereka menjadi pemecah masalah, bukan sekadar penghafal,” ujar Iryanto Yosa.

Diskusi menjadi hidup ketika peserta dari Dian Didaktika mulai menyampaikan pertanyaan dan refleksi. Dari tantangan literasi digital, kesiapan guru, hingga bagaimana menjaga nilai-nilai lokal tetap relevan di tengah standar internasional.

Pukul 10.30 WIB, rombongan diajak berkeliling sekolah. Lokasi pertama adalah ruang kelas yang sudah dilengkapi perangkat belajar digital dengan interactive flat panel (IFL). Para tamu juga menyaksikan pemanfaatan ruang STEAM, studio bahasa, auditorium serta lapangan basket.

Menutup dengan Harapan Bersama
Menjelang tengah hari, acara ditutup dengan foto bersama. Ada suasana hangat yang tertinggal: semangat untuk terus memperbaiki pendidikan Indonesia dengan cara saling belajar.

Baca juga : Sekolah BM 400 Cibubur Dibangun dengan Cinta, Didedikasikan untuk Masa Depan Bangsa

“Kami tidak sedang mendirikan menara gading,” ujar Hadi Suwarno saat mengantar tamu keluar. “Kami ingin menjadi jembatan. Dan kunjungan seperti ini membuat jembatan itu nyata.”

Sekolah BM 400 Cibubur yang dibuka secara resmi empat hari sebelumnya (24/5/25) telah berani menampilkan diri sebagai model pendidikan yang menjanjikan: berpijak di tanah sendiri, tapi tak takut melihat dunia. Dan Sekolah Dian Didaktika, hari itu, menjadi saksi sekaligus mitra dalam perjalanan ini.

Lima Pilar Kesiapan Sekolah BM 400 Cibubur1

Sekolah BM 400 Cibubur Dibangun dengan Cinta, Didedikasikan untuk Masa Depan Bangsa

Cibubur, 24 Mei 2025 – Dalam suasana haru penuh syukur dan kehangatan, Sekolah Bakti Mulya 400 Cibubur hari ini resmi dibuka melalui seremoni Grand Opening yang dihadiri oleh berbagai tokoh penting nasional, tokoh masyarakat, orang tua siswa, serta seluruh insan pendidikan yang menjadi bagian dari perjalanan mulia ini.

Acara yang digelar di kompleks sekolah baru di kawasan Metland Transyogi, Kabupaten Bogor ini diwarnai dengan pidato menginspirasi dari Ketua Pengurus Yayasan Bakti Mulya 400, Hj. Anna Rosita Subagdja yang disampaikan dengan sentuhan keibuan, ketulusan, dan semangat kebangsaan yang menggetarkan hati.

Hari ini, kita sedang membuka lembaran baru dalam sejarah pengabdian kami di dunia pendidikan. Kita sedang membangun bukti cinta kepada negeri ini, kepada masa depan anak-anak kita, dan kepada nilai-nilai luhur yang menjadi jati diri bangsa Indonesia,” ujar beliau dengan penuh keteduhan.

Dalam pidato yang mengandung banyak pesan humanis dan reflektif itu, , Hj. Anna Rosita Subagdja menegaskan bahwa pendirian Sekolah Bakti Mulya 400 Cibubur bukan sekadar pembangunan fisik, melainkan ekspresi cinta dan tanggung jawab terhadap pendidikan anak-anak Indonesia. Sekolah ini adalah perwujudan nilai-nilai nasionalisme, keislaman, dan wawasan global yang selama ini menjadi pondasi Yayasan Bakti Mulya 400.

Kehadiran Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI, Dr. Abdul Mu’ti, serta Gubernur Lemhanas RI, Dr. Ace Hasan Syadzili, dalam seremoni ini disebut Ketua Yayasan sebagai bukti bahwa negara hadir dan menyertai upaya-upaya pendidikan yang dilandasi oleh nilai-nilai kebangsaan dan keimanan.

“Kami merasa sangat terhormat. Kehadiran Bapak berdua adalah penguat semangat bagi kami, bahwa ikhtiar kami berada di jalur yang benar, dan bahwa negara hadir bersama kami dalam membentuk masa depan generasi penerus,” ujar Hj. Anna Rosita Subagdja, seraya menyampaikan penghormatan dan terima kasih yang mendalam.

Lebih lanjut, beliau menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang telah mewujudkan berdirinya sekolah ini, dari pemerintah daerah, mitra pengembang kawasan, hingga tim pembangunan sekolah yang bekerja tanpa lelah dalam senyap.

Yang tak kalah menyentuh adalah ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada para orang tua siswa. “Kami tahu, memilih sekolah bukan hanya soal tempat. Ia adalah tentang harapan. Tentang masa depan. Dan kepercayaan ini adalah amanah besar yang akan kami jaga dengan sepenuh hati,” ungkap beliau.

Dalam suasana penuh kehangatan tersebut, Ketua Yayasan juga menyampaikan pesan mendalam kepada para guru — pesan yang tidak hanya menyentuh hati, tetapi juga menjadi pengingat akan makna mendalam dari profesi pendidik.

Sekolah ini adalah taman tempat anak-anak bertumbuh. Dan para gurulah yang akan menjadi penjaga taman itu. Jadilah pendidik yang mengabdi dengan hati, yang menanamkan nilai dalam setiap pelajaran, dan yang memuliakan profesi ini dengan integritas dan dedikasi,” ucapnya penuh empati.

Grand Opening ini bukanlah akhir dari sebuah proses, melainkan awal dari perjalanan panjang yang sarat makna. Yayasan Bakti Mulya 400 menegaskan komitmennya untuk terus menjadi bagian dari solusi pendidikan Indonesia — melalui pendekatan yang inklusif, berstandar global, namun tetap berakar kuat pada nilai-nilai luhur bangsa dan agama.

“Kami tidak ingin berjalan sendiri. Kami membuka ruang kolaborasi seluas-luasnya kepada dunia usaha, komunitas pendidikan, dan masyarakat luas. Karena kami percaya, membangun pendidikan adalah kerja bersama. Harus bergandengan tangan. Beriringan.”

Baca juga : Lima Pilar Kesiapan Sekolah BM 400 Cibubur

Di penghujung sambutannya, Ketua Yayasan mengajak seluruh hadirin untuk menjaga semangat kebersamaan dan kasih sayang dalam mendampingi tumbuh kembang anak-anak Indonesia. Karena dari ruang kelas yang penuh cinta, lahirlah generasi yang kuat, cerdas, dan berakhlak mulia.

Mari kita jaga sekolah ini bersama. Mari kita rawat anak-anak kita agar tumbuh dalam suasana belajar yang penuh kasih sayang dan nilai luhur. Semoga Allah SWT meridai setiap langkah kita dalam membangun peradaban melalui pendidikan.

Grand Opening ini bukan hanya penanda dimulainya aktivitas belajar-mengajar di Sekolah Bakti Mulya 400 Cibubur. Ia adalah momen penting yang menegaskan bahwa harapan baru telah lahir — harapan yang dilandasi oleh keikhlasan, kolaborasi, dan kecintaan mendalam terhadap anak-anak Indonesia.

Tentang Sekolah Bakti Mulya 400 Cibubur:
Sekolah Bakti Mulya 400 Cibubur adalah bagian dari ekspansi strategis Yayasan Bakti Mulya 400 dalam menghadirkan pendidikan yang unggul, inklusif, dan adaptif terhadap kebutuhan zaman. Mengintegrasikan nilai-nilai nasionalisme, Islam, dan wawasan internasional, sekolah ini hadir sebagai ruang belajar yang aman, menyenangkan, dan membangun karakter generasi masa depan Indonesia.

Lima Pilar Kesiapan Sekolah BM 400 Cibubur-3

Lima Pilar Kesiapan Sekolah BM 400 Cibubur

Cibubur, 24 Mei 2025 — Dengan penuh rasa syukur dan semangat membara, Sekolah Bakti Mulya 400 hari ini secara resmi membuka lembaran baru dalam perjalanan pendidikannya dengan meresmikan Sekolah Bakti Mulya 400 Cibubur. Acara monumental ini dihadiri oleh dua tokoh nasional yang menjadi inspirasi dalam dunia pendidikan dan kebangsaan: Prof. Dr. Abdul Mu’ti, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia, serta Dr. Ace Hasan Syadzily, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Republik Indonesia.

Dalam sambutannya yang penuh semangat dan keyakinan, Dr. Sutrisno Muslimin, Ketua Pelaksana Harian Sekolah Bakti Mulya 400, menyampaikan bahwa peresmian ini bukan sekadar seremoni biasa. Ini adalah penanda kesiapan nyata dari Sekolah Bakti Mulya 400 Cibubur untuk melaksanakan pendidikan unggul yang akan dimulai pada Juli 2025.

“Alhamdulillah hari ini kita meresmikan sekolah Bakti Mulya 400 Cibubur. Kami berani meresmikan dan mengundang dua tokoh nasional karena kami yakin: sekolah ini siap! Siap dari sisi program, fasilitas, SDM, dan peserta didik. Ini adalah bentuk kesungguhan kami dalam membangun peradaban,” tegas Dr. Sutrisno.

Lima Pilar Kesiapan BM400 Cibubur

Dengan lugas dan penuh keyakinan, Dr. Sutrisno memaparkan lima indikator kesiapan Sekolah Bakti Mulya 400 Cibubur:

1. Kesiapan Program dan Kurikulum
Sejak awal, pembangunan fisik sekolah ini tidak dilakukan sembarangan. Justru sebaliknya: program pendidikan, manual pembelajaran, dan arah pengembangan kurikulum telah diselesaikan terlebih dahulu. Dengan pendekatan holistik dan global, BM400 Cibubur mengusung kurikulum internasional yang progresif.
Untuk jenjang TK dan SD, diterapkan International Baccalaureate (IB), sedangkan SMP dan SMA menggunakan Cambridge Curriculum. Semua siswa nantinya akan lulus dengan tiga kredensial utama: ijazah nasional, ijazah internasional, dan sertifikasi keagamaan. Ini adalah bukti bahwa BM400 tak hanya cerdas secara intelektual, tapi juga kaya secara spiritual.

2. Kesiapan Sarana dan Prasarana
Pembangunan dimulai dari 29 April 2024 dengan peletakan batu pertama (groundbreaking), dan hanya dalam waktu satu tahun satu bulan, berdirilah kompleks pendidikan yang megah dan lengkap. Topping off dilaksanakan pada Desember 2024, dan kini seluruh fasilitas utama—ruang kelas, laboratorium fisika, kimia, biologi, ICT, serta perpustakaan—telah rampung.
Tak ketinggalan, sarana olahraga terus dilengkapi, termasuk rencana pembangunan kolam renang berstandar olimpik dan lintasan atletik. Hanya lapangan mini soccer yang akan dikebut dalam dua bulan ke depan. Ini adalah bukti nyata semangat kerja “ala Roro Jonggrang”, cepat dan tuntas!

3. Kesiapan Guru Berkualitas dan Berakhlak
Tak hanya cakap secara akademik, guru-guru di BM400 Cibubur adalah pribadi-pribadi yang sholeh dan sholehah. Proses seleksi dilakukan ketat, dengan salah satu kriteria utama adalah akhlak mulia.
“Kami memang mencari guru yang sholeh-sholeh. Karena guru bukan hanya pengajar, tapi pembimbing jiwa, konseleur nilai, dan teladan moral,” kata Dr. Sutrisno.
Semua guru telah melalui tes kompetensi dan tes keagamaan. Uniknya, seluruh guru juga dibekali pemahaman kebangsaan yang kuat— hakekatnya mereka adalah guru PPKN sekaligus guru agama. Karena di BM400, nasionalisme dan spiritualitas bukan pilihan, melainkan fondasi.

4. Kesiapan Peserta Didik
Target penerimaan siswa tahun ajaran pertama telah tercapai: 200 siswa telah resmi diterima, dan pendaftaran kini ditutup. Para siswa terpilih ini tidak hanya lolos karena nilai, tetapi juga karena komitmen dan kesungguhan mereka dan orang tua dalam menempuh pendidikan yang berkarakter.
“Sekarang saatnya kami menyiapkan mereka untuk menyambut Juli 2025 dengan kesiapan belajar yang penuh semangat,” ujar beliau.

5. Komitmen Nilai sebagai Inti Pendidikan
Lebih dari sekadar akademik, BM400 Cibubur hadir untuk membangun manusia paripurna. Nilai agama, nasionalisme, dan kompetensi global menjadi satu kesatuan utuh yang tak terpisahkan. Sekolah ini hadir untuk mengakar kuat pada budaya bangsa, berdiri tegak dalam nilai keislaman, dan melangkah jauh dengan kurikulum internasional.

Baca juga : Pemimpin Masa Depan dan Jalan Terjal Disrupsi

Peresmian ini disambut antusias oleh para tokoh masyarakat, orang tua, dan calon peserta didik. Dalam sambutannya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI, Prof. Dr. Abdul Mu’ti, menyatakan kebanggaannya atas hadirnya sekolah seperti BM400 Cibubur yang membawa misi besar dalam dunia pendidikan Indonesia: pendidikan memuliakan peserta didik.

Gubernur Lemhannas RI, Dr. Ace Hasan Syadzily, menekankan bahwa sekolah ini adalah contoh nyata bagaimana pendidikan menjadi instrumen ketahanan nasional, dengan memupuk generasi yang tidak hanya cerdas tetapi juga cinta tanah air dan teguh dalam iman.

Tentang Sekolah Bakti Mulya 400 Cibubur
Sebagai cabang terbaru dari Sekolah Bakti Mulya 400 yang telah berkiprah sejak puluhan tahun di Jakarta, unit Cibubur hadir dengan semangat baru untuk menjawab tantangan pendidikan masa depan. Dengan motto “Holistic Education with Islamic Foundation”, sekolah ini menjadi titik terang bagi keluarga Indonesia yang mendambakan pendidikan unggul dan bermakna.

Hari ini bukan hanya peresmian sebuah gedung, tetapi pernyataan tekad: bahwa Bakti Mulya 400 Cibubur siap mengantarkan generasi masa depan menuju Indonesia Emas 2045.

Pemimpin Masa Depan dan Jalan Terjal Disrupsi

Pemimpin Masa Depan dan Jalan Terjal Disrupsi

Orasi Kebangsaan Gubernur Lemhannas RI di Sekolah Bakti Mulya 400 Cibubur, 24 Mei 2025

Cibubur — Sabtu pagi itu, 24 Mei 2025, Infinity Hall Sekolah Bakti Mulya 400 Cibubur berubah menjadi ruang kontemplasi nasional. Di tengah suasana peresmian sekolah yang riang, Gubernur Lemhannas RI, Dr. H. TB. Ace Hasan Syadzily, M.Si., membawakan stadium general yang sarat muatan geopolitik, pendidikan karakter, dan filosofi kepemimpinan masa depan.

Dengan tema “Kepemimpinan Masa Depan”, kuliah umum Ace Hasan menyajikan panorama global dan nasional yang sedang berubah cepat. Tidak sekadar memotret tantangan, ia juga mengusulkan arah baru dalam membangun pemimpin berkarakter Indonesia di tengah era disrupsi.

Tantangan Geopolitik dan Disrupsi Global

Ace Hasan membuka paparannya dengan menyuguhkan lanskap dunia yang tengah bergolak. Di tingkat global, terjadi percepatan perubahan akibat Revolusi Industri 4.0 dan 5.0, serta meningkatnya ancaman keamanan non-tradisional seperti serangan siber dan hybrid warfare.

“Kita hidup di era penuh ketidakpastian, kompleksitas, dan ambiguitas,” ujarnya. “Pemimpin masa depan harus memahami dinamika ini agar tidak gagap dalam mengambil keputusan strategis.”

Selain itu, isu perubahan iklim, persaingan ekonomi antarnegara, serta instabilitas kawasan Asia Tenggara menjadi tantangan yang tidak bisa dipisahkan dari konteks nasional. Bagi Ace, Indonesia tidak boleh hanya menjadi penonton dalam panggung geopolitik dunia.

Krisis Nilai, Bonus Demografi, dan Ancaman Ketimpangan

Menariknya, Ace tidak berhenti pada isu eksternal. Ia mengajak audiens untuk melihat kondisi domestik: menurunnya nilai-nilai kebangsaan, ketimpangan ekonomi yang masih tinggi, dan proses digitalisasi yang belum merata.

“Bonus demografi adalah peluang, tapi bisa jadi bencana jika tidak diiringi dengan peningkatan kualitas SDM,” ucapnya.

Ace menekankan pentingnya pendidikan karakter, bukan hanya dari sisi kurikulum, tapi juga keteladanan, konsistensi nilai, dan lingkungan yang mendukung pembentukan kepribadian bangsa. Dalam konteks ini, peran sekolah menjadi sangat vital.

Membangun Future Leadership

Pokok utama orasi Ace adalah tentang konsep Future Leadership, kepemimpinan masa depan yang visioner, adaptif, dan inovatif. Ia merujuk pada pemikiran tokoh-tokoh dunia seperti Rosabeth Moss Kanter, Michael Useem, dan Linda A. Hill, yang menekankan pentingnya kemampuan pemimpin untuk memimpin dalam kondisi yang terus berubah.

“Future leadership itu bukan soal jabatan, tapi soal kapasitas untuk mengelola ketidakpastian dan menciptakan peluang dari kekacauan,” kata Ace.

Namun, ia menambahkan satu unsur penting yang kerap luput dalam diskursus global: nilai-nilai kebangsaan. “Kepemimpinan Indonesia harus dibangun di atas empat konsensus dasar bangsa: Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.”

Dengan demikian, kepemimpinan yang dibayangkan Ace adalah kepemimpinan yang global dalam cara berpikir, tapi nasionalis dalam akar dan orientasi moralnya.

Sembilan Ciri Pemimpin Masa Depan

Dalam paparannya, Ace mengutip Jacob Morgan yang merumuskan sembilan karakter pemimpin masa depan: Global Citizen, Servant, Chef (peracik keberagaman), Explorer, Coach, Futurist, Technology Teenager, Translator dan Yoda (bijak dan reflektif)

Namun, Ace memberikan penekanan khusus bahwa di Indonesia, kesembilan karakter ini harus dibingkai dalam nilai-nilai luhur bangsa. “Teknologi tanpa karakter hanya akan menghasilkan kekacauan,” ujarnya.

Pemimpin Indonesia masa depan, menurut Ace, tidak bisa hanya mengandalkan kompetensi digital atau manajerial. Ia harus menjadi “pemimpin berkarakter yang berpikir geopolitik dan bertindak strategik.”

Sekolah sebagai Inkubator Kepemimpinan

Di sinilah, kata Ace, sekolah memiliki peran sentral. Ia menyebut Sekolah Bakti Mulya 400 sebagai contoh lembaga pendidikan yang memiliki potensi menjadi inkubator pemimpin masa depan.

“Bukan hanya mencetak siswa yang pandai, tapi membentuk pribadi yang berintegritas, peduli, dan siap mengabdi pada bangsa,” ujarnya disambut tepuk tangan para guru dan orang tua.

Baca juga : Abdul Mu’ti: Sekolah Bakti Mulya 400 Cibubur dan Optimisme Menuju Indonesia Emas

Ace juga mengingatkan bahwa tantangan pendidikan hari ini bukan hanya kurikulum, tapi juga penetrasi nilai-nilai asing lewat media digital yang tanpa filter. Maka, pendidikan karakter harus menjadi benteng moral, bukan sekadar pelengkap.

Kolaborasi, Inklusivitas, dan Keteladanan

Ace Hasan juga menyoroti pentingnya kepemimpinan kolaboratif dan inklusif. Di tengah era disrupsi, pemimpin tidak bisa lagi berjalan sendiri. “Mereka harus mampu bekerja lintas sektor, lintas disiplin, dan lintas generasi.”

Ia juga mengingatkan pentingnya peran keteladanan, khususnya dari para guru, kepala sekolah, dan tokoh masyarakat. “Kita tidak bisa membentuk pemimpin masa depan tanpa memberi contoh di hari ini.”

Kesimpulan: Kepemimpinan Berkarakter, Jalan Indonesia ke Depan

Kuliah umum Ace Hasan Syadzily di Sekolah Bakti Mulya 400 Cibubur bukan sekadar orasi seremonial. Ia menawarkan kerangka pikir yang tajam dan menyentuh inti persoalan: bahwa Indonesia hanya bisa menghadapi era disrupsi jika mampu membentuk generasi pemimpin yang tidak sekadar cerdas, tapi berkarakter dan berakar kuat pada nilai-nilai bangsa.

Future leadership, bagi Ace, adalah gabungan antara inovasi dan ideologi, antara adaptasi terhadap dunia dan komitmen terhadap Indonesia.

Di penghujung pidatonya, Ace mengajak semua pihak—sekolah, pemerintah, keluarga, dan masyarakat—untuk berkolaborasi membangun kepemimpinan masa depan yang berpijak pada empat pilar konsensus kebangsaan (Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika).

“Kita tidak sedang membangun generasi untuk hari ini. Kita sedang menyiapkan masa depan Indonesia,” pungkasnya.

abdul muti cibubur bm400-3

Abdul Mu’ti: Sekolah Bakti Mulya 400 Cibubur dan Optimisme Menuju Indonesia Emas

Cibubur — Langit Cibubur cerah pagi itu, Sabtu, 24 Mei 2025, ketika 1000 tamu undangan mulai memadati Sekolah Bakti Mulya 400 Cibubur, sekolah yang diresmikan hari itu. Gedung berwarna coklat earth tone itu tampak kokoh sekaligus anggun, dengan detail arsitektur modern minimalis yang memancarkan kesan serius dan bersahabat. Dalam suasana meriah namun khidmat, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI, Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed., hadir memberikan sambutan yang sarat makna—lebih dari sekadar formalitas seremonial.

Dengan gaya pidato yang renyah, bernas, dan sesekali diselingi guyonan khas, Prof. Mu’ti membuka orasinya dengan pujian tulus: “Bangunan sekolah yang sangat megah dan mewah ini dibangun tanpa serupiah pun dari bantuan pemerintah.” Tak sekadar basa-basi, ucapan itu disambut tepuk tangan hadirin, menandai pengakuan terhadap kontribusi konkret masyarakat dalam membangun pendidikan nasional.

Ia lalu menyampaikan harapan yang setengah bercanda namun tak kurang serius, “Kalau namanya Bakti Mulya 400, maka mohon dibangun sekolah seperti ini sebanyak 400. Kalau jumlahnya sudah 400, harapan kita untuk Indonesia Emas 2045 saya yakin akan terwujud lebih cepat dari waktunya.”

Di hadapan para tokoh pendidikan, pendiri yayasan, dan undangan kehormatan, Mu’ti tak hanya menyampaikan pujian, tetapi juga menegaskan posisi pendidikan swasta sebagai mitra strategis pemerintah. “Tidak ada lagi wacana dalam diri kami untuk menempatkan negeri dan swasta dalam posisi yang berkompetisi. Semuanya adalah mitra,” tegasnya. Di bawah kepemimpinannya, Kementerian mengusung tema “Partisipasi Semesta Mewujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua” pada peringatan Hardiknas 2025, sebagai bentuk komitmen terhadap prinsip inklusi dan kolaborasi.

Pidato Mu’ti hari itu tak sekadar administratif. Ia menyelami sejarah dan sosiologi—mengingat kembali tulisan Aswab Mahasin di majalah Prisma tentang “Muslim Middle Class” yang muncul pada dekade 1980-an. Kelompok muslim kelas menengah yang tak hanya semakin sejahtera secara ekonomi, tetapi juga semakin sadar akan tanggung jawab sosial dan keagamaan mereka. Dari situlah Mu’ti memperkenalkan istilah “MUKIDI”: Muda, Kaya, Intelek, Dermawan, dan Idealis.

Karakter “Mukidi” ini, menurutnya, sangat tergambar dalam semangat dan latar belakang pendiri serta pengelola Sekolah Bakti Mulya 400. “Mereka ini wealthy people, tetapi juga dermawan. Mereka membantu sesama, bahkan yang tak dikenal, dengan spirit kemanusiaan yang tinggi. Dan mereka tetap idealis, dengan latar belakang intelektual yang kuat,” ujarnya. Bagi Mu’ti, inilah potret kelompok masyarakat yang dapat menjadi motor perubahan: kelas menengah muslim yang tak hanya menanjak secara finansial, tapi juga spiritual dan sosial.

Dalam satu segmen pidatonya, ia membandingkan sekolah Bakti Mulya sebelumnya dengan yang baru ini. “This is a very excellent school,” katanya, mengenang masa lalu ketika masih menjadi Ketua Badan Akreditasi. “Dan ternyata yang excellent di sana, di sini lebih excellent lagi. Kalau di sana excellent, di sini excellentist,” guraunya yang disambut tawa hadirin.

Namun, nada kembali serius ketika ia menyampaikan pokok-pokok visi pendidikan nasional: pendidikan sebagai proses memuliakan manusia. Ia mengutip Al-Qur’an surat Al-Isra ayat 70, yang menyebut bahwa Allah telah memuliakan anak-anak Adam. “Kalau Allah memuliakan manusia, maka pendidikan sebagai proses tarbiyah harus menjadi proses yang memuliakan,” katanya dengan lantang. Baginya, pendidikan yang sejati bukan sekadar soal mengejar nilai atau prestasi, melainkan bagaimana menjadikan setiap murid dihargai, dituntun, dan tumbuh sesuai fitrahnya.

Baca juga : Sekolah BM 400 Cibubur Ikut “Gerakan Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat”

Ia menekankan bahwa arah baru pendidikan nasional adalah pendidikan yang memuliakan, mendalam (deep learning), dan membahagiakan. “Pendidikan harus membuat semua orang merasa seperti di rumah. Di sekolah, mereka harus merasa seperti berada di antara ayah dan bunda yang penuh kasih,” katanya, menutup gagasan yang sangat manusiawi.

Menjelang akhir pidato, Mu’ti menyampaikan permohonan maaf karena tak bisa mengikuti acara hingga selesai. Ia harus mewakili Wakil Presiden pada agenda lain di Taman Mini. Namun, dengan gaya khasnya, ia menegaskan, “Walaupun sudah pulang, spirit saya tetap berada di sini.”

Sambutan Mu’ti hari itu bukan hanya memberi semangat bagi pengelola Sekolah Bakti Mulya 400 Cibubur, tetapi juga menjadi narasi besar bahwa pendidikan Indonesia bisa bergerak maju lewat gotong royong. Sekolah swasta, dengan semangat dan kontribusi nyata, adalah bagian penting dari mimpi Indonesia Emas 2045. Maka tak berlebihan jika pagi itu, di bawah langit Cibubur, terasa ada seberkas harapan baru yang tumbuh—khususnya untuk Sekolah Bakti Mulya 400 juga untuk masa depan bangsa.