Merajut Pemahaman Orang Tua Lewat Inquiry

BM 400 Cibubur: Merajut Pemahaman Orang Tua Lewat Inquiry

Liputan dari Parents’ Workshop “Understanding the PYP: How Your Child Learns through Inquiry”

Sabtu pagi itu, 23 Agustus 2025, halaman sekolah Bakti Mulya (BM) 400 Cibubur dipenuhi suasana berbeda dari biasanya. Alih-alih suara riang anak-anak yang berlarian menuju kelas, kali ini kursi-kursi di library tersusun rapi menanti kehadiran tamu istimewa: para orang tua siswa TK dan SD. Sejak pukul delapan, mereka berdatangan, sebagian masih menggandeng tangan anaknya, sebagian lain datang berpasangan, membawa rasa penasaran yang akan segera terjawab: bagaimana sebenarnya anak-anak mereka belajar melalui pendekatan inquiry dalam kurikulum Primary Years Programme (PYP) dari International Baccalaureate (IB).

Acara bertajuk “Understanding the PYP: How Your Child Learns through Inquiry” itu bukan sekadar pertemuan formal. Ia adalah jembatan. Sebuah upaya sekolah untuk merajut pemahaman antara guru, orang tua, dan filosofi pendidikan yang kini semakin banyak dipilih sekolah-sekolah progresif di seluruh dunia. Di sinilah Bakti Mulya 400 Cibubur menegaskan posisinya menjadi sekolah tempat ruang tumbuh yang menyatukan visi keluarga dan pendidikan abad ke-21.

Mengurai Filosofi Inquiry

Begitu acara dimulai, suasana aula segera hidup. Di layar besar, ditampilkan video singkat tentang kegiatan siswa: anak-anak yang tengah menanam biji, mengukur pertumbuhan, mendiskusikan hasilnya, hingga mempresentasikan temuannya. Narasi video menegaskan: “Belajar bukan sekadar menerima, melainkan mencari tahu.”

Slamet Suwanto, PYP Coordinator BM400 Cibubur, mengambil alih panggung. Dengan gaya tutur yang tenang namun penuh energi, ia menjelaskan:

“Dalam PYP, kami mendorong anak-anak untuk aktif bertanya, bereksperimen, dan menghubungkan ide-ide dari berbagai disiplin ilmu. Melalui unit inquiry yang terstruktur, siswa tidak hanya memahami konten akademis, tetapi juga belajar memahami cara mereka belajar. Koordinasi erat antara guru, siswa, dan orang tua penting agar pembelajaran berlangsung berkelanjutan—baik di sekolah maupun di rumah.”

Slamet Suwanto menekankan perbedaan mendasar PYP dibanding metode konvensional. Bila pendidikan lama menekankan hafalan dan jawaban tunggal, PYP justru merangsang pertanyaan terbuka. Anak-anak tak hanya diajari “apa” yang harus dipelajari, melainkan “mengapa” dan “bagaimana” sebuah pengetahuan bermakna.

Orang Tua, Mitra Belajar yang Aktif

Salah satu tujuan utama workshop adalah menjadikan orang tua bukan sekadar penonton, melainkan mitra aktif dalam perjalanan belajar anak. Karenanya, setelah sesi presentasi, para orang tua diajak mengikuti diskusi kelompok kecil.

Masing-masing diberi kasus sederhana: bagaimana merespons anak yang terus bertanya “mengapa langit biru?” atau “kenapa tanaman bisa tumbuh ke atas, bukan ke bawah?”. Dari situ, diskusi berkembang. Ada yang spontan menjawab dengan fakta ilmiah, ada yang mendorong anak mencari buku, ada pula yang mengusulkan membuat eksperimen sederhana di rumah.

Melalui aktivitas ini, orang tua merasakan langsung dinamika inquiry: tidak ada satu jawaban mutlak, melainkan berbagai cara yang memperkaya.

Testimoni Orang Tua

Acara kemudian memberi ruang bagi orang tua untuk berbagi pengalaman nyata.

Ibu Destya Finiarty dan Bapak Vikri Ardiansyah, orang tua murid K1, berbagi refleksi tentang perubahan yang mereka rasakan di rumah:

“Sejak anak kami mengikuti PYP di Bakti Mulya 400 Cibubur, kami melihat perkembangan yang sangat nyata. Ia menjadi lebih berani bertanya, gemar mengeksplorasi hal-hal baru, dan menyalurkan kreativitasnya dengan cara yang kadang tidak kami duga. Rasanya anak semakin tumbuh sebagai seorang inquirer, bukan sekadar penerima informasi.”

Ibu Muji Noviani, orang tua murid Grade 1, berbicara dengan nada antusias:

“Sejak mengikuti program IB di Bakti Mulya 400, kami benar-benar melihat perbedaan. Anak kami menjadi lebih aktif bertanya, kreatif, dan mampu menjelaskan hal yang dipelajari dengan logis. Pendekatan inquiry membuat belajar lebih bermakna, tidak sekadar hafalan. Anak saya sangat senang sekali sekolah—selalu ingin segera kembali ke sekolah.”

Sementara Ibu Vina, yang memiliki dua anak di Grade 2 dan 4, menambahkan dimensi lain:

“Anak saya kini menampilkan rasa ingin tahu yang tinggi—selalu mencari tahu ‘mengapa’ di setiap aktivitas. Melalui workshop ini, saya semakin memahami bahwa PYP juga mengharuskan orang tua selalu belajar, tidak hanya dari sisi anaknya. Dan di IB PYP diajarkan empati dengan sekitar, sehingga membentuk kemauan dan kemampuan anak untuk belajar sepanjang hayat.”

Menjahit Masa Depan

Parents’ Workshop kali ini membuktikan bahwa pendidikan bukanlah domain tunggal sekolah. Ia adalah kerja kolektif: guru, siswa, dan orang tua bergerak bersama.

Baca juga : Pendidikan sebagai Jalan Kemerdekaan Pesan dari Upacara HUT RI ke-80 Sekolah BM 400 Cibubur

Bakti Mulya 400 Cibubur telah menunjukkan caranya: membuka ruang dialog, menghadirkan filosofi pendidikan dunia, dan membumikannya dalam konteks Indonesia.

Dalam sebuah percakapan ringan setelah acara, Slamet Suwanto menutup dengan refleksi,

“Kami percaya, anak-anak adalah penjelajah. Tugas kita orang dewasa adalah menyalakan kompas, bukan memberi peta yang sudah jadi. Inquiry membuat mereka berani bertanya, berani salah, dan berani mencoba. Dari situlah lahir pembelajar sepanjang hayat.”

Dan pada Sabtu pagi itu, di tengah library yang penuh dengan semangat kolaborasi, keyakinan itu semakin nyata: pendidikan adalah perjalanan bersama, dan setiap langkah kecil inquiry adalah pijakan menuju masa depan yang lebih cerah.

Pendidikan sebagai Jalan Kemerdekaan Pesan dari Upacara HUT RI ke-80 Sekolah BM 400 Cibubur

Pendidikan sebagai Jalan Kemerdekaan Pesan dari Upacara HUT RI ke-80 Sekolah BM 400 Cibubur

Cibubur, 17 Agustus 2025 – Pagi itu, langit Cibubur tampak cerah meski udara masih diselimuti embun sisa malam. Halaman Sekolah Bakti Mulya 400 Cibubur dipenuhi warna merah dan putih. Dari kejauhan, derap langkah para siswa terdengar kompak, berpadu dengan sorak semangat hadirin yang mulai memenuhi kursi undangan. Tepat pukul 07.00 WIB, upacara peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia dimulai dengan penuh khidmat.

Acara tersebut diikuti oleh seluruh elemen sekolah: siswa kelas 7 dan 10 tampil sebagai petugas utama upacara, mulai dari pasukan pengibar bendera hingga anggota paduan suara. Guru dan karyawan hadir sebagai peserta, sementara para orang tua siswa turut menyaksikan jalannya upacara dari kursi tamu undangan—sebuah pemandangan yang menyatukan keluarga besar Bakti Mulya 400 dalam satu semangat kebangsaan.

Defile Semangat Empat Pleton

Sebelum prosesi resmi dimulai, perhatian tertuju pada defile kesiapan empat pleton siswa. Mereka berbaris tegap, menampilkan disiplin dan kekompakan gerakan. Sorak kecil dari para orang tua terdengar lirih, namun segera teredam oleh wibawa barisan. Defile ini bukan sekadar parade barisan, melainkan simbol kesiapan generasi muda dalam menjaga dan mengisi kemerdekaan.

Seolah menyambung pesan Bung Karno, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya.” Defile itu menjadi bukti bahwa penghargaan kepada jasa pahlawan dapat diwujudkan bukan hanya dengan mengenang, tetapi dengan melatih diri untuk siap melanjutkan estafet perjuangan.

Sang Merah Putih Berkibar

Tepat pukul 07.13 WIB, komando lantang terdengar. Pasukan pengibar bendera melangkah mantap menuju tiang utama. Lagu kebangsaan Indonesia Raya berkumandang, dilantunkan penuh semangat oleh paduan suara sekolah. Seluruh tamu undangan berdiri, memberi hormat.

Momen pengibaran bendera selalu menjadi titik emosional. Sang Merah Putih perlahan naik, menyentuh langit biru Cibubur. Derap kaki pasukan pengibar seirama, memastikan setiap gerakan presisi. Suasana hening, hanya suara lagu kebangsaan Indonesia Raya yang mengalun mengisi udara.

Amanat Inspektur Upacara

Puncak upacara terjadi saat Inspektur Upacara, Ketua Pelaksana Harian (KPH) Bakti Mulya 400, Dr. Sutrisno Muslimin, M.Si., menyampaikan amanatnya. Dengan suara tegas namun hangat, ia membuka dengan refleksi sejarah.

“Proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah buah dari keberanian para pemuda yang memanfaatkan momentum kekosongan kekuasaan Jepang. Dari situ, bangsa kita belajar bahwa kesempatan tidak datang dua kali. Maka, tugas generasi sekarang adalah belajar mengambil peluang, agar sukses dan masa depan bisa diraih dengan gemilang,” ujarnya.

Ia lalu menekankan pentingnya pendidikan sebagai jalan utama mengisi kemerdekaan. “Pendidikan bukan sekadar transfer pengetahuan, melainkan upaya sadar agar setiap siswa memiliki fisik yang sehat, mental yang kuat, karakter yang kokoh, serta pengetahuan yang luas. Semua itu menjadi bekal mempercepat kemajuan bangsa.”

Dalam sambutannya, Dr. Sutrisno juga menegaskan peran Bakti Mulya 400 Cibubur. “Sekolah ini mempersiapkan generasi yang cakap, tangguh, dan siap menghadapi tantangan zaman.”

Baca juga : Siswa SMA BM400 Cibubur: Dari Portofolio Menuju Panggung Dunia

Pidatonya seakan menggema dengan semangat Tan Malaka yang pernah berkata: “Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda.” Dengan idealisme itu, pendidikan menjadi tiang utama bangsa yang merdeka.

Menyongsong Masa Depan

Usai amanat, paduan suara siswa membawakan lagu Hari Merdeka. Suasana lapangan bergemuruh, seakan semua ikut larut dalam energi perjuangan yang diwariskan para pendiri bangsa. Setelah doa dipanjatkan, upacara resmi ditutup dengan laporan komandan upacara serta penghormatan terakhir kepada inspektur upacara. Namun acara tak berhenti di situ. Paduan suara Sekolah Internasional Bakti Mulya 400 Cibubur kemudian memberikan persembahan lagu-lagu kebangsaan.

Di usia ke-80 kemerdekaan Indonesia, tantangan bangsa kian kompleks. Revolusi digital, globalisasi, hingga perubahan iklim menuntut kesiapan generasi muda yang berbeda dari sebelumnya. Upacara di Bakti Mulya 400 Cibubur memberikan optimisme: jika semangat ini terus dijaga, Indonesia akan memiliki generasi emas yang siap mengemban tanggung jawab sejarah. Seperti pesan Bung Karno pada pidato legendarisnya tahun 1966: “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” Pesan itu kini terasa nyata: generasi sekarang berhadapan dengan tantangan moral, korupsi, disrupsi teknologi, hingga krisis lingkungan. Namun, bila pendidikan mampu melahirkan insan tangguh, tantangan itu akan terjawab.