#FridayInsightBM400
Bersyukur, Kunci Ketengan dan Penguatan Jiwa
Resonansi dari Friday Insight Dr.H. Sutrisno Muslimin, M.Si., Jumat, 05/12/25
Ada saat-saat dalam hidup ketika kita berhenti sejenak, menarik napas panjang, dan menyadari betapa banyak nikmat yang Allah titipkan kepada kita tanpa kita sadari. Ada fondasi kebahagiaan yang sering kita lupakan: ikhlas, sabar, dan syukur. Tiga kata yang sederhana, namun menjadi penopang kokohnya jiwa seorang hamba.
Tanpa tiga dasar itu, setinggi apa pun jabatan, sebesar apa pun prestasi, kebahagiaan selalu terasa menjauh. Tapi ketika ketiganya hadir dalam hati, hidup yang biasa menjadi luar biasa; nikmat kecil terasa besar; dan perjalanan yang berat pun terasa lebih ringan.
Makna Syukur yang Kerap Kita Lupakan
Syukur bukan sekadar ucapan “Alhamdulillah.” Ia lebih dalam dari itu, lebih lembut, lebih dalam dan lebih menyentuh jiwa.
Pertama, syukur adalah menampakkan nikmat Allah, bukan untuk riya, tapi sebagai bentuk penghormatan atas karunia-Nya.
Ketika kita mengenakan seragam dan atribut sebagai guru di Bakti Mulya 400, itu bukan sekadar kewajiban. Itu adalah pernyataan syukur bahwa Allah telah memberikan kita amanah mulia: mendidik generasi terbaik di salah satu sekolah terbaik.
Kedua, syukur adalah memuji Sang Pemberi Nikmat. Bukan memuji nikmatnya, tapi memuji Allah yang telah menurunkannya.
Ketiga, syukur adalah menganggap besar setiap nikmat, meski terlihat kecil dalam ukuran dunia.
Senyum murid, ucapan terima kasih sederhana, gaji yang datang tepat waktu, kesehatan untuk bangun pagi—semuanya adalah rezeki dari Allah yang mudah kita abaikan jika hati tak peka.
Dan ketika kita memandang nikmat itu besar, maka Allah benar-benar akan menjadikannya cukup. Hati yang lapang tidak dibentuk oleh besarnya rezeki, tapi oleh besarnya rasa syukur.
Tiga Bentuk Syukur yang Menjaga Kita Tetap Tenteram
- Syukur dengan Hati
Merasa cukup, tidak banyak mengeluh, dan senantiasa mengingat bahwa segala sesuatu berasal dari Allah. Hati yang bersyukur tidak sibuk membandingkan hidupnya dengan orang lain, sebab ia tahu—yang terbaik sudah Allah pilihkan untuknya.
2. Syukur dengan Lisan
Ucapan lembut yang memuji Allah, doa yang tidak pernah putus, dan lisan yang tidak mengeluh. Jika kita belajar mengurangi keluhan, pelan-pelan hidup terasa lebih ringan.
3. Syukur dengan Perbuatan
Menggunakan nikmat untuk membantu orang lain. Jika diberi harta, sisihkan untuk sedekah. Carilah orang-orang yang tepat, yang membutuhkan, yang mendekatkan hati kita pada kasih sayang Allah.
Ada Tiga Nikmat yang Sering Kita Abaikan
1. Nikmat Tubuh yang Sehat
Kesehatan adalah kendaraan utama untuk beribadah. Bangun untuk tahajud, menjaga tubuh dengan olahraga, merawat diri untuk tetap kuat dalam mengajar.
Dan jika suatu hari tubuh tidak sehat, tetaplah bangun untuk bersujud—karena tanda hamba bukan hanya yang kuat, tapi yang tetap berusaha mendekat pada Rabb-nya.
2. Nikmat Waktu
Waktu adalah nikmat yang tak pernah kembali. Jangan habiskan terlalu banyak untuk hal-hal yang tak bermanfaat—scroll media sosial tanpa tujuan, menghabiskan jam tanpa makna. Waktu yang terkelola adalah bentuk syukur yang nyata.
3. Nikmat Ilmu
Ilmu adalah cahaya. Maka tugas kita bukan hanya menyimpannya, tetapi membaginya.
Persiapkan diri sebelum mengajar, karena ilmu yang diajarkan dengan sungguh-sungguh mendatangkan keberkahan yang tak terhingga.
Tanda-Tanda Seseorang yang Benar-Benar Bersyukur
- Tidak banyak mengeluh.
Keluhan memadamkan cahaya hati. - Dalam urusan dunia, melihat ke bawah, bukan ke atas.
Ini menumbuhkan rasa cukup dan menyejukkan jiwa. - Merasa cukup dengan apa yang Allah berikan.
Cukup bukan berarti pas-pasan—cukup adalah ketika hati merasa tenang. - Menggunakan nikmat untuk menolong orang lain.
Sedekah adalah cara untuk menolong orang lain. Sebab sedekah bukan tentang jumlah, tapi tentang ketulusan.
Akhirnya…
Syukur adalah seni melihat hidup dari sudut pandang Allah.
Sabar adalah cara Allah mendewasakan jiwa.
Ikhlas adalah jalan menuju ketenangan yang tak tergoyahkan.
Dan ketika tiga hal itu tumbuh bersama, hidup menjadi lebih jernih, langkah menjadi lebih ringan, dan hati menjadi lebih dekat dengan-Nya.
Semoga Allah menguatkan kita untuk menjadi hamba yang lebih bersyukur, lebih sabar, dan lebih ikhlas—serta lebih siap menerima setiap nikmat-Nya dengan hati yang lapang.